Pagi itu (Jumat,31-Okt-2008) kapal Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) KALABIA, yang diperuntukan bagi anak-anak di kepulauan Raja Ampat sudah merapat di dermaga kampung Deer yang asri, setelah 3 hari sebelumnya melakukan proses PLH di kampung Dibalal, Kofiau, Raja Ampat।
Siswa SD YPK Beteel,Deer kelas IV, V dan VI sudah berkumpul di halaman sekolah sambil mendengar pengarahan dari guru। Sementara para siswa yang lain hanya berkerumun melihat kami tim pendidikan yang sedang sibuk membenahi semua perlengkapan yang akan kami gunakan. Anak-anak kelas I,II dan III begitu polos melihat kami dengan tatapan ingin tahu. Dengan pakaian yang agak kedodoran, sekelompok anak-anak usia ± 7 tahun datang mendekat kepadaku sambil memperhatikan botol air minumku yang menggantung di ransel.mereka cukup terpana dengan warna dari botolku pink ngejreng dengan gambar boneka yang lucu.
Pada saat temanku Valend sedang memberikan pengarahan kepada anak-anak, karena kebetulan giliran dia menjadi fasilitator umum, Mataku tertuju kepada sosok orang tua yang berdiri di depan salah satu ruang kelas। Umurnya mungkin sudah sekitar 70-an. Beliau memperhatikan interaksi kami dengan anak-anak didiknya di halaman dengan saksama. Dalam benakku aku bertanya ”siapakah beliau? Apakah guru atau kepala desa? Untuk seorang guru, beliau kelihatan sudah sangat tua”.
Setelah sesion perkenalan dan pembagian kelompok di kelas selesai, aku membagiakan paspor (buku saku) Kalabia kepada setiap anak peserta PLH dan para guru yang mendampingi. Saat itu ada 3 guru yang mendampingi anak-anak, salah satunya Bapak yang aku perhatikan sejak awal, Pak Guru Mathias Rumbewas. Setelah mendapat paspor tersebut, aku perhatikan beliau membacanya dengan sangat serius dan tanpa kacamata. Padahal mata beliau sudah katarak.
Dengan perasaan ingin tahu aku bertanya kepada salah satu siswa di kelompokku ”siapa bapak itu?” salah seorang menjelaskan beliau adalah salah satu guru yang mengajar kelas I,II III dan agama Kristen untuk semua kelas। Bahkan sekarang beliau mengajar cicitnya. Wow......
Dengan perasaan ingin tahu aku bertanya kepada salah satu siswa di kelompokku ”siapa bapak itu?” salah seorang menjelaskan beliau adalah salah satu guru yang mengajar kelas I,II III dan agama Kristen untuk semua kelas। Bahkan sekarang beliau mengajar cicitnya. Wow......
(Masih tetap membaca meskipun matanya sudah katarak)
Ketika materi Ekosistem pesisir di berikan di dalam kelas, beliau sangat menyimak dan waktu kami mengajar beberapa lagu Lingkungan yang ada di dalam paspor Kalabia, belaiu juga ikut bernyanyi bersama kami। Mataku tidak pernah lepas dari orangtua tersebut. Dengan perasaan kagum aku memperhatikan semua yang dia buat. Tetapi aku tidak enak untuk mendekati dan bercerita dengan beliau. Karena kami baru datang dan banyak sekali kegiatan sehingga tidak ada waktu luang. Lagipula selama kegiatan kami 3 hari di kapung tersebut, semua proses kami lakukan di Kapal dan di pantai, sehingga waktu untuk bertemu dengan beliau hampir tidak ada karena setiap harinya beliau mengajar kelas I,II dan III.
Tetapi pada waktu hari terakhir, beliau hadir pada acara pembagian hadiah dan penutupan. Kesempatan itu tidak aku sia-siakan untuk berbicara dengan Pak Rumbewas. Ternyata beliau sudah berumur 80 tahun, sampai sekarang beliau masih mengajar walaupun sudah pensiun sejak umur 70 tahun. Hal itu disebabkan karena beliau sayang sama anak-anak di kampung ini, dan dulu sewaktu jaman Belanda dan beliau di angkat sumpah untuk jadi guru, beliau berjanji untuk tetap mengajar anak-anak di sekolah dan berkhotbah di gereja selama Tuhan masih memberikan kemampuan kepada beliau. Jadi Tidak Ada Kata Pensiun Untuk Membagi Ilmu!
Aku benar-benar terharu mendengar cerita dari seorang yang sangat mengabdi kepada dunia pendidikan di kepulauan Kofiau, Raja Ampat yang sangat jauh dari kota.
Aku benar-benar terharu mendengar cerita dari seorang yang sangat mengabdi kepada dunia pendidikan di kepulauan Kofiau, Raja Ampat yang sangat jauh dari kota.
Pengalaman ini menjadi suatu pelajaran yang berharga buat aku dan teman-teman seperjalanan melihat walaupun betapa susahnya menjadi guru di pedalaman, tetapi masih ada yang jiwa pengabdiannya yang seperti emas murni meskipun penuh dengan keterbatasan seperti yang dicontohkan oleh Pak Guru Mathias Rumbewas dari kampung Deer, Distrik Kofiau, Raja Ampat।
(Bersama Pak Rumbewas , ada penampakan Valend di belakang)
Bye-bye...................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar