Selasa, 23 Desember 2008

Kalabia di kampung dorehkar, Ayau

Ayau adalah kepulauan yang ada di bagian utara Kabupaten Raja Ampat yang berbatasan dengan Negara Palau.
Suatu tempat yang cantik dan menarik untuk dikunjungi, walaupun mungkin akan cukup memakan waktu dan energi untuk mencapai tempat tersebut.
Pada Tanggal 28 Desember 2008, Tim PLH Kalabia berkunjung ke kampung Dorehkar untuk melakukan PLH dan bersama-sama dengan masyarakat setempat merayakan natal tanpa penyu. Ini adalah tahun pertama masyarakat Ayau tidak mengkonsumsi penyu sebagai hidangan waktu Natal.
yang menarik dari perayaan natal bersama di seluruh kampung di Raja Ampat salah satunya di Ayau adalah atraksi suling tambur masal yang dilakukan dari pagi sampai malam selama perayaan dan yang terlibat selain orang dewasa, tidak ketinggalan juga anak-anak kecil dengan tambur mini mereka.

Tim PLH Kalabia bersama peserta menunjukkan hasil mewarnai gambar.
Keceriaan yang tak pernah selesai


Kami bisa belajar dimana saja






Bermain ombak ke kiri - ombak ke kanan


Menjadi detektif ekosistem ke hutan mangrove
Anak-anak diajak ke hutan mangrove dan menjadi detektif untuk mengidentifikasi semua biota yang mereka temukan di ekosistem yang dikunjungi
.


Menjadi detektif ekosistem ke terumbu Karang
Belajar waktu Makan Karang


Senin, 22 Desember 2008

Kalabia di Kampung Kalobo

Pada tanggal 8-10 January 2008, Tim Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) Kalabia mengadakan pogram pendidikan di daerah Salawati dalam rangka menyongsong perayaan 1 Muharam 1429 Hijriah yang dipusatkan di daerah Kalobo dan Sarkabu. Selain berbagai macam lomba yang diadakan panitia, kami diminta untuk mengisi program pendidikan lingkungan dengan siswa SD kelas 4-6 dari kampung Sarkabu, Kalobo dan Waijan. Perwakilan dari tiap kampung berjumlah 12 orang sehingga total peserta PLH berjumlah 36 siswa.


Kami diberikan ruangan dibalai desa Kalobo untuk belajar, karena di depan balai desa tersebut ada lapangan yang bisa kami pakai untuk berlari-lari. Kebetulan juga di depan balai desa ada mesjid yang posisinya agak tinggi sehingga kadang-kadang ada signal simpati yang nongol. Mayoritas penduduk di ketiga kampung ini adalah transmigram dari pulau Jawa. Sehingga makanan yang disajikan kepada kami tentu saja menu jawa dan yang menjadi favorit dari kami semua adalah kerupuk dari singkong.
Robo
Sewaktu permainan ekosistem yang cocok, ada seorang anak bernama Robo, dia dari SD Sarkabu kelas 4 yang tidak terpilih mengikuti kegiatan PLH. Awalnya dia hanya mengantar teman-temannya dan menonton dari luar lapangan. Tetapi ketika melihat permainan yang kami bawakan, dia menjadi bersemangat dan kadang-kadang mencuri kesempatan untuk bergambung dalam permainan meskipun tidak mempunyai tanda pengenal. Melihat kejadian itu, K’Max langsung memanggil si Robo dan beberapa temannya yang bukan peserta untuk bergabung belajar bersama dan diberikan tanda pengenal masing-masing dan bergabung di dalam kelompok bersama teman-teman yang lain.
Ternyata Robo adalah siswa yang cerdas dan berani. Dia tidak pernah malu untuk menjawab setiap pertanyaan yang kami berikan meskipun banyak jawabannya yang salah. Tetapi dengan begitu suasana menjadi lebih meriah karena kelucuannya itu. Salah satu kelucuannya adalah ketika ditanya tentang alat yang dipakai untuk melihat benda yang sangat kecil dia menjawab “mikroskoskop” kontan saja seluruh ruangan menjadi riuh karena tertawa. Tetapi dia tetap tersenyum dan percaya diri.


Pada acara perayaan 1 Muharam ini, didakan juga penanaman pohon yang dilakukan oleh Bupati dan staf. Anak-anak peserta PLH juga turut ambil bagian. Mereka sangat bahagia bisa menanam dan berjanji untuk merawat setiap pohon yang sudah mereka tanam.


Penanaman pohon oleh Pemda Raja Ampat

Anak-anak menanam pohon bersama

Kegiatan snorkeling kami lakukan di depan kampung Sarkabu. Awalnya kami berniat memakai speed boat. Tetapi karena speednya bermasalah sehingga kami mencoba meminta ijin dari kapten kapal Inbekwan, kapal patroli yang turut serta mendukung perayaan 1 Muharam tersebut. Kapten sangat bersedia sehingga semua anak kami ajak naik ke kapal Inbekwan dan menuju ke lokasi snorkeling. Dari situ kami menggunakan speed Inbekwan yang kecil untuk mobilisasi anak-anak ke lokasi snorkeling. Pada awalnya sebagian besar peserta tidak mau ikut snorkeling dengan alasan takut dan tidak bisa berenang, karena banyak diantara mereka sama sekali belum pernah berenang di laut. Tetapi ketika kami beri penjelasan bahwa mereka akan tetap memakai life jacket dan itu menyebabkan mereka tidak mungkin tenggelam ditambah cerita seru dari peserta yang sudah selesai snorkeling tentang keindahan alam bawah laut yang menakjubkan membuat peserta makin lama makin bertambah sehingga dari 42 peserta PLH yang tidak ikut snorkeling hanya 2 orang dengan alasan dilarang orangtuanya berenang.
Km Inbekwan, Kapal Patroli yang beroperasi di Kabupaten Raja Ampat.


Keesokan harinya anak-anak kami ajak membuat boneka sendiri dari sampah-sampah yang sudah dikumpulkan sebelumnya. Banyak yang membuat burung, manusia dan lain-lain. Setelah pembuatan boneka, anak-anak kami ajak untuk pementasan panggung boneka. Mereka sangat bahagia karena boneka buatan mereka sendiri dan mereka pentaskan sendiri cerita yang mereka buat secara bersama-sama. Setelah pementasan panggung boneka, anak-anak diajak melukis di atas kaos.



Setelah semua materi disampaikan, kemudian kami pamit untuk pulang. Tetapi yang membuat kami terharu adalah semua anak-anak menangis sewaktu acara jabat tangan dan sebagian besar dari mereka minta untuk kami tandatangani di kaos yang mereka pake. Program Pendidikan Lingkungan Hidup Kalabia ini benar-benar sangat berkesan bagi anak-anak maupun bagi kami para pendidik.

Kalabia Di Kampung Mutus


Pulau Mutus kecil
Mutus adalah kampung yang berada di sebelah barat pulau Waigeo, Raja Ampat.
Pada bulan Desember 2008, Tim Pendidikan Kalabia diundang untuk mengisi kegiatan kemping sekolah minggu dalam rangka liburan natal di kampung tersebut.



Pada saat itu kapal Kalabia belum ada, sehingga kami hanya menggunakan speedboat sebagai sarana transportasi. kami menempuh perjalanan 5 jam dari Sorong untuk sampai ke kampung yang hanya merupakan pulau kecil dengan penduduk yang tidak terlalu banyak.

Peserta program pendidikan di kampung Mutus berjumlah 80 orang dari anak umur 6 tahun sampai 15 tahun, sehingga kami bagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok anak kecil dan anak tanggung, supaya bisa merata pengajaran yang kami berikan sesuai dengan usia mereka.


Awalnya lumayan repot juga kami menangani anak-anak kecil itu, tetapi setelah diajak bermain dan terus bermain, mereka akhirnya bisa mengikuti semua materi yang kami berikan, walaupun tiba-tiba ada yang menangis karena ada yang iseng mukul temannya.

Materi yang kami berikan diantaranya Permainan tantangan penyu. Pada permainan ini, kami mengajarkan tentang siklus hidup penyu dan ancaman-ancaman yang dihadapi penyu sejak dia masih menjadi telur sampai dewasa.
Selain itu juga, kami memberikan materi tentang ekosistem pesisir, yaitu ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang serta peranannya bagi alam dan manusia.



Setelah kedatangan kapal Kalabia, pada bulan April 2008 kami sempat mampir sekitar 1 jam di pelabuhan Mutus sewaktu perjalanan dari kampung Saleo menuju Arborek untuk menunjukkan kapal yang pernah kami ceritakan sebelumnya. Kami tidak lagi melakukan kegiatan PLH di situ karena semua materi sudah diberikan sewaktu kedatangan kami sebelumnya.



Ketika kapal Kalabia hampir merapat di dermaga, anak-anak sudah memadati pelabuhan. Dan seperti artis yang jumpa fans, mereka histeris ketika melihat kami. Antusiasme yang sempat membuat kami terharu saat itu. Ketika kami sedikit evaluasi tentang materi yang pernah kami berikan dulu, mereka masih ingat semuanya dan lagu-lagu yang pernah kami ajarkan, masih bisa mereka nyanyikan dengan lancar.

Seluruh masyarakat tumpah ruah di kapal Kalabia dan mereka memadati ruang perpustakaan and membaca buku di perpustakaan maupun di samping kapal.

Kamis, 20 November 2008

GURU SEPANJANG HIDUP



Pagi itu (Jumat,31-Okt-2008) kapal Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) KALABIA, yang diperuntukan bagi anak-anak di kepulauan Raja Ampat sudah merapat di dermaga kampung Deer yang asri, setelah 3 hari sebelumnya melakukan proses PLH di kampung Dibalal, Kofiau, Raja Ampat।

Siswa SD YPK Beteel,Deer kelas IV, V dan VI sudah berkumpul di halaman sekolah sambil mendengar pengarahan dari guru। Sementara para siswa yang lain hanya berkerumun melihat kami tim pendidikan yang sedang sibuk membenahi semua perlengkapan yang akan kami gunakan. Anak-anak kelas I,II dan III begitu polos melihat kami dengan tatapan ingin tahu. Dengan pakaian yang agak kedodoran, sekelompok anak-anak usia ± 7 tahun datang mendekat kepadaku sambil memperhatikan botol air minumku yang menggantung di ransel.mereka cukup terpana dengan warna dari botolku pink ngejreng dengan gambar boneka yang lucu.


Pada saat temanku Valend sedang memberikan pengarahan kepada anak-anak, karena kebetulan giliran dia menjadi fasilitator umum, Mataku tertuju kepada sosok orang tua yang berdiri di depan salah satu ruang kelas। Umurnya mungkin sudah sekitar 70-an. Beliau memperhatikan interaksi kami dengan anak-anak didiknya di halaman dengan saksama. Dalam benakku aku bertanya ”siapakah beliau? Apakah guru atau kepala desa? Untuk seorang guru, beliau kelihatan sudah sangat tua”.

Setelah sesion perkenalan dan pembagian kelompok di kelas selesai, aku membagiakan paspor (buku saku) Kalabia kepada setiap anak peserta PLH dan para guru yang mendampingi. Saat itu ada 3 guru yang mendampingi anak-anak, salah satunya Bapak yang aku perhatikan sejak awal, Pak Guru Mathias Rumbewas. Setelah mendapat paspor tersebut, aku perhatikan beliau membacanya dengan sangat serius dan tanpa kacamata. Padahal mata beliau sudah katarak.
Dengan perasaan ingin tahu aku bertanya kepada salah satu siswa di kelompokku ”siapa bapak itu?” salah seorang menjelaskan beliau adalah salah satu guru yang mengajar kelas I,II III dan agama Kristen untuk semua kelas। Bahkan sekarang beliau mengajar cicitnya. Wow......


(Masih tetap membaca meskipun matanya sudah katarak)

Ketika materi Ekosistem pesisir di berikan di dalam kelas, beliau sangat menyimak dan waktu kami mengajar beberapa lagu Lingkungan yang ada di dalam paspor Kalabia, belaiu juga ikut bernyanyi bersama kami। Mataku tidak pernah lepas dari orangtua tersebut. Dengan perasaan kagum aku memperhatikan semua yang dia buat. Tetapi aku tidak enak untuk mendekati dan bercerita dengan beliau. Karena kami baru datang dan banyak sekali kegiatan sehingga tidak ada waktu luang. Lagipula selama kegiatan kami 3 hari di kapung tersebut, semua proses kami lakukan di Kapal dan di pantai, sehingga waktu untuk bertemu dengan beliau hampir tidak ada karena setiap harinya beliau mengajar kelas I,II dan III.

Tetapi pada waktu hari terakhir, beliau hadir pada acara pembagian hadiah dan penutupan. Kesempatan itu tidak aku sia-siakan untuk berbicara dengan Pak Rumbewas. Ternyata beliau sudah berumur 80 tahun, sampai sekarang beliau masih mengajar walaupun sudah pensiun sejak umur 70 tahun. Hal itu disebabkan karena beliau sayang sama anak-anak di kampung ini, dan dulu sewaktu jaman Belanda dan beliau di angkat sumpah untuk jadi guru, beliau berjanji untuk tetap mengajar anak-anak di sekolah dan berkhotbah di gereja selama Tuhan masih memberikan kemampuan kepada beliau. Jadi Tidak Ada Kata Pensiun Untuk Membagi Ilmu!
Aku benar-benar terharu mendengar cerita dari seorang yang sangat mengabdi kepada dunia pendidikan di kepulauan Kofiau, Raja Ampat yang sangat jauh dari kota.


Pengalaman ini menjadi suatu pelajaran yang berharga buat aku dan teman-teman seperjalanan melihat walaupun betapa susahnya menjadi guru di pedalaman, tetapi masih ada yang jiwa pengabdiannya yang seperti emas murni meskipun penuh dengan keterbatasan seperti yang dicontohkan oleh Pak Guru Mathias Rumbewas dari kampung Deer, Distrik Kofiau, Raja Ampat।



(Bersama Pak Rumbewas , ada penampakan Valend di belakang)



Bye-bye...................